1.
Definisi etika bisnis
Etika berasal dari kata Yunani ethos,
yang dalam bentuk jamaknya (ta etha)
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
pada suatu masayarakat atau kelompok masyarakat. Berart etika ini berkaitan
dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan
segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau
dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam
perilaku berpola yang terus menerus berulang sebagai kebiasaan.
2.
Klasifikasi etika bisnis
Klasifikasi etika bisnis menurut Dr. A Sonny Keraf terdiri dari:
1. Tiga
(3) norma umum, terdiri dari:
-
Norma sopan santun
Disebut juga norma etiket yaitu
norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia, misalnya
menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk dan
sebagainya. Norma ini tidak menentukan baik buruknya seseorang sebagai manusia,
karena ia hanya menyangkut sikap dan perilaku lahiriah.
-
Norma hukum
Adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara
tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan
kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyaraka. Norma ini mencerminkan
harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang
bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus
diatur secara baik, karena itu ia mengikat semua anggota masyarakat tanpa
terkecuali.
-
Norma moral
Adalah aturan mengenai sikap dan
perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang baik
buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai
manusia. Norma ukur lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat untuk
menentukanbaik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, entah sebagai anggota
masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.
3. Perinsip
Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi
Prinsip
otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang
sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi
yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk
pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan
kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip kejujuran
Kejujuran
merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan.
Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal
perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan,
maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan
tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian
dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan.
3. Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini
ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang
ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
4. Prinsip keadilanPerusahaan
Prinsip
keadilanPerusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya,
pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain,menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria
yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
5. Prinsip
hormat pada diri sendiri
Perlunya
menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat
jahat dan prinsip keadilan.
4. Model
Etika Bisnis
1. Immoral Manajemen
1. Immoral Manajemen
Kekuatan yang menggerakkan manajemen Imoral
adalah kerakusan/ ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan
personal. Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen
etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah
fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan
lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi
kesepakatan dengan pemegang hak cipta dan sebagainya.
Immoral manajemen
juga merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan
bisnisnya.
2. Amoral Manajemen
Tujuan utama dari manajemen amoral adalah juga profit, akan tetapi
tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang
membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma
etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil
keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil
keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah penggunaan test lie
detector bagi calon karyawan.
Tingkatan kedua
dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen.
Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini
sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. ). Tipe
ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan
bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan
efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa
memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum.
Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa
melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain
atau tidak.
3. Moral
Manajemen
Manajemen
moral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek
legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer moral selalu melihat hukum
sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku. Dalam moral
manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar
tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang
termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku
namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya.
Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam
bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga
tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran,
dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.
Studi kasus PT
Pupuk Indonesia (Persero)
Kebijakan Larangan Gratifikasi dan
anti Suap Perusahaan telah menerapkan kebijakan yang melarang pemberian dan
penerimaan setiap bentuk uang, hadiah atau kenikmatan atau manfaat, pemberian
diskon, pinjaman, penyediaan fasilitas akomodasi, transportasi atau halhal
sejenis lainnya yang terkait dengan bisnis perusahaan kepada dan dari pejabat,
rekan kerja, mitra bisnis atau pihak-pihak lain atau dari siapapun yang terkait
dengan kedudukan atau tugasnya sebagai petugas senior atau karyawan Perusahaan
yang diduga akan mempengaruhi pengambilan suatu keputusan.
Kebijakan dan prosedur Pelaporan (whistle blower)
Sebagai salah satu usaha peningkatan penerapan prinsip prinsip Good
Corporate Governance (GCG) di lingkungan PIHC beserta seluruh jajaran
anak perusahaannya, pada tanggal 30 Mei 2008, bertempat di gedung Bidakara,
Jakarta, telah dilaksanakan penandatangan Piagam Pakta Integritas yang
dilakukan oleh seluruh Direksi dan Komisaris Utama PIHC beserta seluruh jajaran
anak perusahaannya. Selaku perwakilan dari PIHC, penandatanganan piagam
tersebut dilakukan oleh Direktur Utama, Bpk. Dadang Heru Kodri. Acara tersebut
juga dilengkapi dengan pembekalan mengenai Etika Bisnis yang disampaikan oleh
Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat itu, Bpk. Antasari Azhar.
Inti Pakta Integritas tersebut adalah pernyataan
Direksi dan Komisaris Utama yang memegang teguh dan bertanggung jawab atas
penerapan prinsip-prinsip dasar Integritas di lingkungan PIHC dengan tujuan
untuk melaksanakan usaha yang bersih, transparan, profesional dan pembentukan
Whistle Blowing System (M-18) serta bertindak jujur, dapat dipercaya,
menghindari konflik kepentingan dan tidak mentolerir suap.
Pelaksanaan penerapan Good Corporate
Governance itu tidak hanya wajib dilakukan oleh pihak Direksi dan
Komisaris saja, tetapi juga wajib dilaksanakan oleh seluruh karyawan untuk
mendukung keberhasilan pelaksanaan pakta integritas yang telah ditandatangani.
Kebijakan Anti Fraud Perusahaan melarang anggota
Komisaris, Direksi, dan seluruh karyawan PIHC dan pihak terkait untuk melakukan
dan memasuki setiap transaksi negatif (fraud). Apabila transaksi tersebut
terjadi, maka setiap pihak yang terlibat akan dikenai sanksi, penahanan dan
tuntutan sesuai hukum yang berlaku.
Kebijakan Keterlibatan Dalam Politik Kebijakan
Perusahaan mengharuskan Direksi dan karyawan yang mewakili Perusahaan dalam
setiap urusan Pemerintah dan politik, untuk patuh terhadap setiap
perundang-undangan yang mengatur keterlibatan perusahaan dalam urusan publik.
Sumber :
Buku etika bisnis. DR.
A. Sonny Keraf 1998
Muslich,
1998. Etika Bisnis: Pendekatan Substantif dan Fungsiona
Tidak ada komentar:
Posting Komentar