Selasa, 04 April 2017

Buku Etika Bisnis



1.      Definisi etika bisnis
             Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) yang berarti adat  istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masayarakat atau kelompok masyarakat. Berart etika ini berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus menerus berulang sebagai kebiasaan.

2.      Klasifikasi etika bisnis
             Klasifikasi etika bisnis menurut Dr. A Sonny Keraf terdiri dari:
1.      Tiga (3) norma umum, terdiri dari:
-          Norma sopan santun
Disebut juga norma etiket yaitu norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia, misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk dan sebagainya. Norma ini tidak menentukan baik buruknya seseorang sebagai manusia, karena ia hanya menyangkut sikap dan perilaku lahiriah.

-          Norma hukum
Adalah  norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyaraka. Norma ini mencerminkan harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik, karena itu ia mengikat semua anggota masyarakat tanpa terkecuali.

-          Norma moral
Adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia. Norma ukur lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat untuk menentukanbaik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, entah sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.

3. Perinsip Etika Bisnis
 
         Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:

1. 
Prinsip otonomi 
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
  
2. 
Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. 

3. Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.

 4. Prinsip keadilanPerusahaan
Prinsip keadilanPerusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain,menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan. 

5. Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.

4. Model Etika Bisnis
1. Immoral Manajemen  
 Kekuatan yang menggerakkan manajemen Imoral adalah kerakusan/ ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta dan sebagainya.
Immoral manajemen juga merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya. 

2. Amoral Manajemen
 Tujuan utama dari manajemen amoral adalah juga profit, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah penggunaan test lie detector bagi calon karyawan.
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. ). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.

3.     Moral Manajemen
 Manajemen moral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer moral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.



Studi kasus PT Pupuk Indonesia (Persero)  
Kebijakan Larangan Gratifikasi dan anti Suap Perusahaan telah menerapkan kebijakan yang melarang pemberian dan penerimaan setiap bentuk uang, hadiah atau kenikmatan atau manfaat, pemberian diskon, pinjaman, penyediaan fasilitas akomodasi, transportasi atau halhal sejenis lainnya yang terkait dengan bisnis perusahaan kepada dan dari pejabat, rekan kerja, mitra bisnis atau pihak-pihak lain atau dari siapapun yang terkait dengan kedudukan atau tugasnya sebagai petugas senior atau karyawan Perusahaan yang diduga akan mempengaruhi pengambilan suatu keputusan.
Kebijakan dan prosedur Pelaporan (whistle blower) Sebagai salah satu usaha peningkatan penerapan prinsip prinsip Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan PIHC beserta seluruh jajaran anak perusahaannya, pada tanggal 30 Mei 2008, bertempat di gedung Bidakara, Jakarta, telah dilaksanakan penandatangan Piagam Pakta Integritas yang dilakukan oleh seluruh Direksi dan Komisaris Utama PIHC beserta seluruh jajaran anak perusahaannya. Selaku perwakilan dari PIHC, penandatanganan piagam tersebut dilakukan oleh Direktur Utama, Bpk. Dadang Heru Kodri. Acara tersebut juga dilengkapi dengan pembekalan mengenai Etika Bisnis yang disampaikan oleh Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat itu, Bpk. Antasari Azhar.
Inti Pakta Integritas tersebut adalah pernyataan Direksi dan Komisaris Utama yang memegang teguh dan bertanggung jawab atas penerapan prinsip-prinsip dasar Integritas di lingkungan PIHC dengan tujuan untuk melaksanakan usaha yang bersih, transparan, profesional dan pembentukan Whistle Blowing System (M-18) serta bertindak jujur, dapat dipercaya, menghindari konflik kepentingan dan tidak mentolerir suap.
Pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance itu tidak hanya wajib dilakukan oleh pihak Direksi dan Komisaris saja, tetapi juga wajib dilaksanakan oleh seluruh karyawan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pakta integritas yang telah ditandatangani.
Kebijakan Anti Fraud Perusahaan melarang anggota Komisaris, Direksi, dan seluruh karyawan PIHC dan pihak terkait untuk melakukan dan memasuki setiap transaksi negatif (fraud). Apabila transaksi tersebut terjadi, maka setiap pihak yang terlibat akan dikenai sanksi, penahanan dan tuntutan sesuai hukum yang berlaku.
Kebijakan Keterlibatan Dalam Politik Kebijakan Perusahaan mengharuskan Direksi dan karyawan yang mewakili Perusahaan dalam setiap urusan Pemerintah dan politik, untuk patuh terhadap setiap perundang-undangan yang mengatur keterlibatan perusahaan dalam urusan publik.


Sumber :
Buku etika bisnis. DR. A. Sonny Keraf 1998
Muslich, 1998. Etika Bisnis: Pendekatan Substantif dan Fungsiona


Tidak ada komentar:

Posting Komentar